Selasa, 03 Maret 2015
@21.08
Saya trauma. 3 kali dalam 1 tahun diberikan harapan harapan yang tak jelas oleh 3 orang. Di buat berharap, lalu dijatuhkan.
Saya belum siap lagi untuk jatuh cinta. Dan begitu pula seseorang disana.
Perkenalan itu dimulai tak sengaja. Bagi saya. Ntah bagi dirinya. Hari selasa minggu kedua februari. Saya sudah tahu dia. Seorang yang pernah saya ketahui semasa smp dan sma.
Saya awalnya merasa biasa saja. Saya tak mengartikan apa apa obrolan itu. Lambat laun, insting wanita saya berkata kalau saya diberikan harapan.
Kata orang, jatuh cinta itu bisa kepada orang yang tak terduga. Dan saya memang tidak pernah menduga akan kehadiran dia. Dia tiba tiba datang, disaat saya hancur dan masih mengharapkan orang lain.
Pada awalnya rasa itu biasa, namun lama lama jadi tidak biasa. Saya seperti jatuh cinta lagi. Untung saja belum dalam. Selayaknya jatuh cinta, saya tidak bisa lepas dari handphone, saya yang biasanya tidak pernah tidur larut, menjadi kelelawar di malam hari.
Tetap saja ada satu hal yang saya takut kan. Saya takut semuanya berakhir sama dengan takdir cinta saya yang lama. Keraguannya untuk mulai mencintai dan menjalin hubungan dengan lawan jenisnya, membuat saya melepaskan semua harapan.
Saya merasa bahwa dia butuh diyakinkan untuk menjalin suatu komitmen. Dia butuh mencoba menjalin suatu komitmen lagi. Saya yakinkan dia untuk melakukannya. Tapi, setiap kali saya meyakinkan, jawabannya tetap takut.
Saya mulai menyerah. Namun, benar kata orang. Disaat kita menyerah kadang kala itulah saat kebahagiaan akan menghampiri kita. Saya dan dia berhasil menjalin suatu komitmen dengan dasar mencoba.
Siapa yang tidak sakit dijadikan bahan percobaan tentang hati. Saya tetap menerima, dan komitmen pertama adalah dia mencoba lagi untuk membangun hubungan, saya mencoba untuk memperbaiki diri saya.
Pada awalnya saya merasa diacuhkan. Saya tipe orang yang butuh banyak perhatian dari orang yang saya sayang. Dan dia bukan tipe tersebut. Ya kembali lagi pada pepatah, setinggi apapun kriteria calon pendamping hidup, akan kalah pada saat kita jatuh cinta.
Saya awalnya tidak ingin jatuh terlalu dalam untuk mempedulikan dia. Saya ingin berlaku biasa biasa saja. Tapi, setiap saya mengacuhkannya, saya yang merasa bersalah. Dia selalu minta maaf untuk tidak memperdulikan saya. Saya selalu melawan ego saya untuk marah, dan saya selalu memaafkan. Saya tetap peduli walaupun dia acuh. Ternyata, kepedulian saya dianggap lain oleh dia. Pada akhirnya, saya yang masih mencoba bertahan, malah tidak dipertahankan. Saya tidak marah. Saya bahkan tidak bisa membenci nya. Saya hanya kecewa. Kecewa karena dia menganggap perlakuan saya berlebihan. Di saat sahabat saya memaki dia, saya selalu bilang pada mereka kalau bukan salah dia, yang salah adalah saya. Saya yang terlalu berlebihan sehingga membuat dia merasa tidak nyaman.
Sebetulnya sakit. Tapi, saya akan bertahan. Dan untung saja saya belum terlalu dalam. Mudah mudahan saya tidak berlarut dalam sedih.
'Wajar cemburu, karena sayang. Wajar nunggu kabar, karena khawatir. Lebay? IYA. Coba sini tukar posisi biar tahu rasanya sakit dibilang lebay'
4 maret 2015,
RIFDAH
Selasa, 03 Maret 2015
@21.08
Saya trauma. 3 kali dalam 1 tahun diberikan harapan harapan yang tak jelas oleh 3 orang. Di buat berharap, lalu dijatuhkan.
Saya belum siap lagi untuk jatuh cinta. Dan begitu pula seseorang disana.
Perkenalan itu dimulai tak sengaja. Bagi saya. Ntah bagi dirinya. Hari selasa minggu kedua februari. Saya sudah tahu dia. Seorang yang pernah saya ketahui semasa smp dan sma.
Saya awalnya merasa biasa saja. Saya tak mengartikan apa apa obrolan itu. Lambat laun, insting wanita saya berkata kalau saya diberikan harapan.
Kata orang, jatuh cinta itu bisa kepada orang yang tak terduga. Dan saya memang tidak pernah menduga akan kehadiran dia. Dia tiba tiba datang, disaat saya hancur dan masih mengharapkan orang lain.
Pada awalnya rasa itu biasa, namun lama lama jadi tidak biasa. Saya seperti jatuh cinta lagi. Untung saja belum dalam. Selayaknya jatuh cinta, saya tidak bisa lepas dari handphone, saya yang biasanya tidak pernah tidur larut, menjadi kelelawar di malam hari.
Tetap saja ada satu hal yang saya takut kan. Saya takut semuanya berakhir sama dengan takdir cinta saya yang lama. Keraguannya untuk mulai mencintai dan menjalin hubungan dengan lawan jenisnya, membuat saya melepaskan semua harapan.
Saya merasa bahwa dia butuh diyakinkan untuk menjalin suatu komitmen. Dia butuh mencoba menjalin suatu komitmen lagi. Saya yakinkan dia untuk melakukannya. Tapi, setiap kali saya meyakinkan, jawabannya tetap takut.
Saya mulai menyerah. Namun, benar kata orang. Disaat kita menyerah kadang kala itulah saat kebahagiaan akan menghampiri kita. Saya dan dia berhasil menjalin suatu komitmen dengan dasar mencoba.
Siapa yang tidak sakit dijadikan bahan percobaan tentang hati. Saya tetap menerima, dan komitmen pertama adalah dia mencoba lagi untuk membangun hubungan, saya mencoba untuk memperbaiki diri saya.
Pada awalnya saya merasa diacuhkan. Saya tipe orang yang butuh banyak perhatian dari orang yang saya sayang. Dan dia bukan tipe tersebut. Ya kembali lagi pada pepatah, setinggi apapun kriteria calon pendamping hidup, akan kalah pada saat kita jatuh cinta.
Saya awalnya tidak ingin jatuh terlalu dalam untuk mempedulikan dia. Saya ingin berlaku biasa biasa saja. Tapi, setiap saya mengacuhkannya, saya yang merasa bersalah. Dia selalu minta maaf untuk tidak memperdulikan saya. Saya selalu melawan ego saya untuk marah, dan saya selalu memaafkan. Saya tetap peduli walaupun dia acuh. Ternyata, kepedulian saya dianggap lain oleh dia. Pada akhirnya, saya yang masih mencoba bertahan, malah tidak dipertahankan. Saya tidak marah. Saya bahkan tidak bisa membenci nya. Saya hanya kecewa. Kecewa karena dia menganggap perlakuan saya berlebihan. Di saat sahabat saya memaki dia, saya selalu bilang pada mereka kalau bukan salah dia, yang salah adalah saya. Saya yang terlalu berlebihan sehingga membuat dia merasa tidak nyaman.
Sebetulnya sakit. Tapi, saya akan bertahan. Dan untung saja saya belum terlalu dalam. Mudah mudahan saya tidak berlarut dalam sedih.
'Wajar cemburu, karena sayang. Wajar nunggu kabar, karena khawatir. Lebay? IYA. Coba sini tukar posisi biar tahu rasanya sakit dibilang lebay'
4 maret 2015,
RIFDAH